Epidemi Covid-19 membuat hutang pemerintah terus membesar karena akseptasi negara yang turun ditengah-tengah kenaikan keperluan berbelanja pemerintah.

Febrio menerangkan, peningkatan rasio hutang adalah keterkaitan dari sasaran defisit bujet pemerintah di tahun depan. Pemerintah membidik defisit bujet pada 2021 capai Rp 1.006,4 triliun atau 5,7% pada PDB.

Sampai Agustus 2020, rasio hutang pemerintah pada PDB telah capai 34,53%. Keseluruhan hutang pemerintah capai Rp 5.594,93 triliun, naik 19,5% dibanding periode yang serupa tahun kemarin.

Peningkatan hutang terbentuk karena sasaran defisit kesetimbangan primer di tahun ini naik dari Rp 20,1 triliun jadi Rp 700,4 triliun.Walau sebenarnya, kesetimbangan primer pada 2015 sampai 2019 telah ke arah 0%.

“Tetapi waktu Covid-19, memang kita harus siap semacam ini,” katanya.

Kesetimbangan primer ialah beda dari keseluruhan penghasilan negara dikurangi berbelanja negara di luar pembayaran bunga hutang. Febrio menerangkan kesetimbangan primer yang defisit bermakna ada penambahan pada hutang. Pemerintah juga sudah hitung efek itu. Sasaran rasio hutang pemerintah tahun ini naik sampai 37,6% pada PDB.

Panel Pakar Katadata Insight Center Damhuri Nasution menjelaskan jika kesetimbangan primer yang naik tajam adalah resiko rasional dari ekspansi fiskal yang dilaksanakan oleh pemerintah. Pada kondisi susah semacam ini, akseptasi pemerintah khususnya perpajakan pastinya turun, sedanglan berbelanja bertambah bersamaan beberapa stimulan perekonomian.

“Ini yang membuat kesetimbangan primer atau defisit APBN nya melebar,” tutur Damhuri ke Katadata.co.id, Jumat (2/10).

Dia memandang akseptasi negara akan kembali lagi bertambah bila ekonomi mulai sembuh. Kesetimbangan primer serta defisit APBN akan kembali lagi menyempit.

By Raven

error: Content is protected !!